Senin, 16 Maret 2020
Masih bertahan di Malang. Masih bertahan dengan pesona yang diberikan oleh kota ini. Hari ini saya berniat untuk mengunjungi salah satu kecamatan di Kabupaten Malang yaitu Lawang. Dan tempat yang saya datangi di Lawang adalah Petik Madu Lawang.
Sesuai namanya ditempat ini pengunjung bisa melihat dan belajar proses pembuatan madu. Mulai dari pembuahan lebah, panen, penyaringan dan pengemasan. Kita akan dipandu oleh petugas-petugas yang baik hati, seperti Mas Hendro yang setia menjadi pemandu saya.
Lebah itu berbeda dengan tawon. Lebah menghasilkan madu dan sengatannya mengandung protein yang bagus untuk menjaga imunitas tubuh sehingga tidak mudah sakit. Sementara tawon tidak menghasilkan madu dan sengatannya mengandung racun.
Beberapa hal yang harus diketahui saat bertemu dengan lebah:
1. Jangan membuat gerakan yang tiba-tiba atau spontan
2. Tetap diam dan tenang
3. Jika lebah hinggap di tangan atau anggota badan dibiarkan saja, jangan dipukul karena nanti justru kita akan disengat.
4. Jangan memakai wewangian yang menyengat khususnya yang harumnya manis seperti bunga.
Lebah itu jenisnya beragam. Semakin kecil ukuran lebah semakin bagus kualitas madu yang dihasilkan. Dalam satu tempat pembuahan hanya terdapat 1 ratu. Jenis dan warna madu yang dihasilkan oleh lebah tergantung dari makanan yang dimakan oleh lebah. Contohnya jika lebah memakan kelopak bunga mangga atau multiflora maka madu yang dihasilkan berwarna coklat.
95% lebah pekerja adalah betina yang masa hidupnya hanya sekitar 45 hari. Untuk lebah jantan sekitar 60 hari. Sementara untuk sang ratu berumur sekitar 4-6 tahun. Madu yang siap panen tidak boleh diperas, ada alat khusus untuk memanen madu. Madu tidak ada masa expired tapi sebaiknya dikonsumsi tidak lebih dari 2 tahun. Ditempat ini juga dijual madu yang sudah dipasarkan ke Jabodetabek.
Setelah melihat proses dan mencicipi madu yang super manis, saya melanjutkan perjalanan menuju Kampung warna warni Jodipan yang terletak di Malang. Untuk memasuki kampung ini perlu membayar Rp3000.-
Sejarah kampung warna warni Jodipan ini bermula dari kegiatan sekelompok mahasiwa yang sedang melakukan tugas untuk praktikum. Lalu kelompok mahasiswa (guyspro) mendatangi sebuah klien yang memproduksi cat untuk melakukan sebuah riset. Awalnya proposal guyspro ditolak oleh PT tersebut.
Guyspro menelusuri kampung kumuh disekitaran sungai brantas atas usulan dosen pembimbing. Guyspro menjatuhkan pilihan pada kampung kumuh di kelurahan Jodipan. Jauhnya tempat pembuangan sampah dengan pemukiman warga membuat masyrakat membuang begitu saja sampah ke sungai. Guyspro ingin mengubah kebiasaan buruk tersebut menjadi lebih baik. Hingga akhirnya PT cat tersebut menerima dan menyetujui proposal guyspro. Lalu mereka saling bantu membantu mewujudkan lingkungan yang lebih indah dan warna warni seperi saat ini.
Ada beberapa spot di kampung ini yang ditata agar lebih menarik perhatian pengunjung. Kreativitas mereka mampu membuat kampung ini menjadi lebih indah.
kayak desa mural aja tu mba
iya mas, jadi lebih rapi dan bewarna warni